Benarkah Resesi akan Terjadi? Simak Pandangan Analis dan Pakar Keuangan Ini

Pandemi virus Covid-19 mulai berdampak hampir ke seluruh negara. Dari beberapa negara bahkan melaporkan adanya penurunan ekonomi karena virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, China. 

Saat ini berbagai negara melaporkan terjadinya resesi ekonomi. Mulai dari Amerika Serikat, Italia, Singapura, Korea Selatan, Jerman sampai Perancis. Indikator resesi dapat kita lihat dari turunnya Produk Domestik Bruto (PDB), menurunnya pendapatan riil, penjualan ritel, jumlah lapangan kerja, dan anjloknya industri manufaktur. 

Lalu, apa sebenarnya resesi itu? Untuk Anda yang belum tahu, yuk simak ulasan lengkapnya berikut ini. 

Apa Itu Resesi? 

Dikutip dari Forbes, (6/7/22), resesi merupakan penurunan signifikan pada aktivitas ekonomi yang berlangsung sampai berbulan-bulan atau bahkan tahunan. Selama resesi ini, ekonomi berjuang, perusahaan hanya menjual sedikit produk, orang kehilangan pekerjaan dan output ekonomi negara secara menyeluruh akan menurun. 

Para pakar juga menyatakan jika resesi terjadi saat ekonomi sebuah negara mengalami: 

  • Ukuran pendapatan. 
  • Turunnya penjualan ritel. 
  • Manufaktur yang berkontraksi pada periode waktu yang lama. 
  • Tingginya tingkat pengangguran. 
  • Produk Domestik Bruto negatif. 

Resesi dianggap menjadi elemen yang tidak terhindarkan dari rotasi bisnis yang terjadi pada sebuah perekonomian negara.

Resesi di Indonesia menurut Pakar Ekonomi 

Pada 25 Agustus tahun lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi di triwulan ketiga ada di kisaran 0% sampai -2%. Adapula untuk keseluruhan pada tahun 2020, perkembangan ekonomi diperkirakan berada di kisaran -1,1% sampai 0,2%. 

Ketika itu, Sri Mulyani mengatakan perkembangan negatif di kuartal III mungkin saja terjadi sebab tingkat konsumsi masyarakat masih sangat lemah, walaupun memperoleh bantuan sosial dari pemerintah. 

Sri Mulyani pun mengatakan, kunci penting guna mengerek kinerja perekonomian di kuartal III ini yaitu investasi dan juga konsumsi domestik. 

“Jika tetap negatif walaupun pemerintah sudah all out, maka akan cukup sulit untuk masuk dalam zona netral di tahun ini,” jelas Sri Mulyani. 

Dalam pengumumannya pada Rabu (5/8), BPS menyatakan bahwa angka PBD di triwulan II 2020 ini menurun sampai 5,32%. 

Penurunan ini sangat besar dibandingkan prediksi Bank Indonesia dan pemerintah. Sebelumnya, Sri Mulyani memprediksi jika PDB pada kuartal II ini akan jatuh pada angkat -3,*%, sementara itu Bank Indonesia memprediksi jika penurunannya sebanyak -4,8%. 

“Perekonomian Indonesia di triwulan II 2020 ini secara y-o-y, daripada triwulan II 2019 mengalami kontraksi sebanyak 5,32%. JIka kita bandingkan dengan triwulan I 2020, atau q-o-q, maka pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada triwulan II pun akan mengalami kontraksi -4,19%,” jelas Suhariyanto selaku kepala BPS. 

Faktor Terjadinya Resesi 

Resesi bisa disebabkan oleh beberapa faktor, berikut di antaranya: 

  • Guncangan ekonomi secara tiba-tiba 

Guncangan ekonomi merupakan masalah serius yang bisa datang secara tiba-tiba yang berhubungan dengan keuangan. Misalnya, pada tahun 1970-an saat OPEC memberhentikan pasokan minyak tanpa adanya pemberitahuan. Wabah Covid-19 juga mematikan hampir seluruh ekonomi yang ada di dunia. 

  • Terlalu banyak hutang 

Saat individu atau bisnis terlalu banyak berhutang, maka biaya untuk melunasi hutang tersebut bisa meningkat ke titik yang mana mereka tidak bisa membayar tagihan yang dimilikinya. 

  • Gelembung aset 

Saat keputusan investasi didorong karena emosi semata, hasil ekonomi yang buruk bisa mengikutinya. Para investor yang terlalu optimis selama ekonomi kuat. Keadaan tersebut biasa dikenal dengan “kegembiraan irasional”. 

Kegembiraan ini akan menggembungkan pasar saham atau juga gelembung real estat dan saat gelembung tersebut meletus, penjualan panik bisa menghancurkan pasar yang akhirnya mengakibatkan resesi. 

  • Tingginya tingkat inflasi 

Inflasi merupakan trend harga yang stabil dan seiring waktu bisa melonjak tidak masuk akal. Inflasi bukan sebuah hal yang buruk tergantung dengan tingkatannya, namun tingkat inflasi yang tinggi bisa menjadi fenomena yang sangat berbahaya untuk sebuah negara. 

Bank sentral harus bisa mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, sebab suku bunga yang tinggi bisa menekan aktivitas ekonomi. Inflasi yang tidak terkendali ini pernah terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1970-an. 

Pada waktu itu untuk bisa menghentikan laju inflasi, suku bunga dinaikkan namun malah menyebabkan resesi. 

  • Terlalu banyak deflasi 

Meskipun inflasi yang tidak bisa dikendalikan bisa menciptakan resesi, tetapi ternyata deflasi dapat menjadi hal yang lebih buruk dari itu, lho! Deflasi merupakan saat harga yang turun seiring dengan berjalannya waktu, hal ini mengakibatkan upah berkontraksi yang akhirnya menekan harga. 

Saat lingkaran umpan balik deflasi tidak dapat dikendalikan, individu dan bisnis berhenti berjalan yang bisa berakibat pada perekonomian. 

Nah, itu dia ulasan mengenai resesi dan pandangan menurut para pakar ekonomi. Semoga pandemi yang mulai membaik ini bisa berdampak baik ke perekonomian di Indonesia sehingga tidak terjadi resesi.