Mengenal Lebih Dalam Tentang Istilah Kredit Pajak

Di dalam perpajakan, kredit pajak merupakan istilah yang akan sering ditemui oleh tiap wajib pajak. Karena kredit pajak juga termasuk komponen yang penting dalam pembayaran  pajak setiap tahunnya.

Namun bagi beberapa orang, istilah kredit pajak masih terdengar asing. Agar bisa mengenal lebih dalam mengenai istilah kredit pajak, dalam artikel ini akan dijelaskan apa pengertian dan juga jenis-jenis dari kredit pajak.

Definisi Kredit Pajak 

Kewajiban bagi setiap Wajib Pajak untuk melunasi pajak yang telah diperhitungkan pada saat Tahun Pajak sedang berjalan. Pelunasan pajak didapatkan dari potongan dan pungutan oleh berbagai pihak yang memiliki wewenang maupun bisa melalui pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.

Pelunasan pajak tersebut bisa dikreditkan dengan membayar angsuran atau cicilan yang dihitung dari pengkreditan Pajak Penghasilan yang masih terutang saat Tahun Pajak berlangsung. Namun tidak diperuntukkan pada penghasilan yang bersifat final.

Berdasarkan aturan yang tertuang dalam UU Nomor 28 Tahun 2007 atau UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang sebelumnya adalah UU Nomor 6 Tahun 1983, Wajib Pajak bisa mengkreditkan pajak yang telah dipotong atau dipungutnya agar jumlah pajak terutangnya di akhir tahun berkurang.

Dari penjabaran di atas, kredit pajak bisa dimaknai sebagai semua kewajiban pajak yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak. Seluruh kewajiban pajak tersebut adalah yang sudah ditambahkan dengan tiap pajak yang dipungut dari pihak lainnya, kemudian dikurangi pajak-pajak terutang. Tidak terkecuali untuk pajak penghasilan yang masih terutang di luar negeri.

Pengertian kredit pajak juga tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang PPh (Pajak Penghasilan), yakni sejumlah pajak yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak pada awal periode. Sehingga, kredit pajak bisa diartikan sebagai hasil dari pengurangan antara pajak yang dipungut dengan pajak yang masih terutang.

Jenis-Jenis Kredit Pajak

Adapun jenis-jenis kredit pajak yang sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Pasal 28 dan diubah menjadi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang kini terkenal dengan UU PPh, yakni sebagai berikut :

  • UU PPh Pasal 22 

Penghasilan yang diperoleh dari kegiatan bidang impor maupun kegiatan usaha bidang lainnya wajib dilakukan pemungutan pajak. Pemungutan dilakukan oleh badan-badan yang berkaitan dengan bidang impor atau badan usaha lainnya, misalkan industri baja ringan, kertas dan otomotif. Termasuk juga para importir atau produsen bahan bakar gas, minyak, dan pelumas.

  • UU PPh Pasal 21

Penghasilan dari pekerjaan, kegiatan dan jasa wajib dilakukan pemotongan pajak. Adapun yang termasuk objek pajak penghasilan yaitu gaji, insentif, bonus, tunjangan yang diberikan kepada karyawan aktif, mantan karyawan, penerima pesangon dan lain-lainnya.

  • UU PPh Pasal 23

Penghasilan berupa bunga, sewa, dividen, hadiah, royalti, imbalan jasa maupun penghargaan wajib dilakukan pemotongan pajak. Jenis jasa yang dikenakan pajak ini yaitu akuntan, pengacara, desainer, penebang hutan, jasa instalasi dan semua jenis jasa yang belum terpotong PPh Pasal 21.

  • UU PPh Pasal 26 Ayat 5

Dalam pasal ini mengatur siapa yang bisa melakukan pengkreditan pajak melalui SPT tahunan yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi atau Perseorangan dan Badan Luar Negeri yang statusnya berubah menjadi Badan Usaha Tetap (BUT) dan Wajib Pajak Dalam Negeri. Karena otomatis pemotongan pajak tersebut tidak bersifat final.

  • UU PPh Pasal 24

PPh pasal 24 disebut juga sebagai kredit pajak luar negeri. Artinya objek yang dikenakan pajak PPh Pasal 24 yaitu seluruh penghasilan yang diperoleh dari luar negeri. Jika penghasilan lebih dari satu negara maka akan dihitung pada masing-masing negara.

  • UU PPh Pasal 25

Pelunasan pajak penghasilan yng dilakukan oleh Wajib Pajak secara mandiri dengan cara diangsur. Pembayaran tersebut dibayarkan melalui angsuran dalam kurun waktu satu tahun pajak berjalan, dengan harapan bisa mengurangi beban Wajib Pajak untuk melunasi pajak yang terutang.

Perhitungan Kredit Pajak 

Kredit pajak dihitung dengan cara melakukan pengurangan pada pajak masukan dengan pajak pengeluaran. Kemudian akan ditemukan hasil dari pengurangan tersebut yang dikenal dengan istilah lebih bayar dan kurang bayar.

Kedua istilah tersebut sudah umum ada di dalam kredit pajak. Istilah lebih bayar merupakan kondisi di mana jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak terutang. Sehingga Wajib Pajak bisa mengajukan permohonan pengembalian pembayaran pajak atau restitusi. Namun tetap disertai dengan bukti pemotongan dan juga keaslian material yang dimiliki.

Sedangkan kurang bayar merupakan kondisi di mana kredit pajak lebih kecil daripada jumlah pajak terutang. Dalam kondisi ini, Wajib Pajak wajib membayar pajak terutangnya sebelum SPT tahunan dilaporkan atau setidaknya paling lambat di bulan keempat.

Demikian penjelasan mengenai kredit pajak dalam istilah perpajakan beserta jenis-jenisnya